Selasa, 10 Oktober 2017

Kau Tak Lain

Kau tak lain dari manifestasi jelita surgawi. Dunia memuja pesona bak bidadara dalam remang fana lunar, yang terwujud dalam rupa anak manusia; kau.

Setiap tuturmu adalah inkarnasi kemurnian hati yang tertuang pada vokal merdu, tak satupun di antaranya bernada sumbang. Meski masa mengikis asa hingga resah, pendar hangat netramu tak lekang oleh waktu—memikat setiap sukma sampai terlena. Tanpa sadar, aku sudah tenggelam dalam kirana kencana milikmu.

Sementara, aku adalah seorang manusia yang terperangkap dalam utopis dualitas. Perasaanku ini terlalu naif untuk disimpan dalam sebuah bandela. Tetapi, itu juga terlalu berbahaya—layaknya malapetaka—apabila dibuka dengan sengaja. Karena pasalnya, engkau adalah perfeksi alam semesta; dan aku tak lebih dari maru nirguna semata.

Apa yang bisa kulakukan? Melupakanmu itu adalah kemustahilan. Engkau telah mendominasi galaksi ini—sebagai bintang yang berpendaran. Engkau telah menjadi tirani bagi nagari ini—sebagai pemilik padmasana maha sempurna. Dan, engkau telah menjadi pilihan yang begitu sulit untuk kuhapuskan.

Kuselami bayangan pada cermin kristal di hadapan—tertawa getir pada realita yang tergulir. Aku tak perlu membalik carik-carik kitab klandestin untuk paham, bahwa bidadari dan makhluk berparas buruk senantiasa akan berada di lembar predestinasi berbeda.

Kutemukan fantommu yang nirmala serupa kukila palamarta yang tengah patah sayapnya. Dan juga sebuah harta ciptaan dewa yang terlarang untuk dibuka oleh makhluk fana. Sungguh, dari itu semua aku mengerti—engkau terlalu sempurna. Terlalu sempurna untukku.

Karena selamanya, aku hanyalah pungguk yang merindukan bulan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar